Sunday, September 25, 2011

I AM JUST A GRAIN OF SAND ON THE ROADSIDE

photographer: Andri L// camera: Canon EOS 1000 D // place: in front of teather Taman Ismail Marzuki

I am Arum, I am just a grain of sand on the roadside, I am nothing. Take me if you want, kick me if you hate. It will hurt me but I will be okay. Loneliness is a part of my little life.






Friday, September 23, 2011

it will be my favourite

photographer: me  // shoes: Hailey Shoes - Sophie Paris

I got this shoes in the middle of 2010 when the catalog Sophie Paris held a promotion in the form of leaflets. The name is Hailey Shoes, this size is 38 and it comes from brown leather and light wood on the right. So you'll have enough light when using this, the elastic cross straps at the ankle in this shoes make you stronger and not fall while wearing it.







Joceline's Dream

First posting - Minggu, 7 November 2010
By: Sekar Arum .H

Me: Jocelin Penelope
My friend: Edmund Melvern
The girl: Marmora Trixie
The boy: Barry Anthony

JOCELINE’S DREAM

Dimulai dari mimpi yang cukup aneh dan menyenangkan. Dan aku masih mengingat wajah itu yang masih sedikit memar diwajahnya. Sangat tampan, bentuk mata bulat hitam dan berkilaunya, hidung yang mancung dan bentuknya sesuai dengan yang aku suka, bentuk wajah yang dari sampingnya yang hmm indah, serta keseluruhan wajahnya saat aku menatapnya, sempurna, membuat hati kecil ini berdebar penuh, dan aku terbangun saat hal indah yang paling kurasakan itu terjadi. Disini aku hanya ingin membahas mimpi indah yang aku alami itu. Karena saat semua itu diingat, sangat ringan dan sangat menyenangkan tentunya. Dan satu lagi, perasaan aku akan pemandangan disana sangat membuat hati ini ingin terbang. Saat aku menulis hal ini, aku tiba-tiba saja mengingat semua hal dalam mimpi yang aku suka dan aku merasakan saat itu. Tapi aku kecewa karena semua itu tidak bisa aku temukan kembali. Hanya sekali di setiap pertemuan, sisa-sisanya hanya khayalanku belaka dan telah penuh oleh modifikasi.
Masalahku dengan  mimpi itu berbeda dengan kehidupan nyataku yang menceritakan aku memiliki seorang teman dekat, namanya Edmund Melvern. Dia menyukai seseorang yang aku juga menyadari dia cantik, karena dia memiliki aura itu. Sifatnya romantis dan manis. Suaranya lembut bagaikan awan. Semakin membuat sahabatku ini tergila-gila padanya.
Yah tentu saja, aku merasa salah karena tidak seharusnya aku menaruh hati pada Edmund Melvern itu, dan tentu aku tidak akan mengatakan perasaan itu. Sampai rasa itu hilang sendiri dari hatiku. Aku harus membantunya mendapatkan Marmora sebagai kekasihnya, dengan itu aku merasa cukup puas karena Edmund sahabatku telah bahagia J
Akan ku  coba.

Aku bersama Edmund mengalami banyak hal bersama, yah hanya berdua. Itulah mengapa aku menyukainya. Oh Tuhan, mungkin aku terlalu mendekatinya, tapi kenapa dia menghampiriku saat aku ingin memulai menjauh darinya. Memang ini bisa membuat perenggangan, tapi hanya inilah usahaku agar aku dapat menghilangkan perasaanku. Mungkin aku terlalu jahat dan egois melakukan ini, apalagi jika benar ternyata Edmund membutuhkanku. Tapi kini aku berjanji, aku tidak akan mendekatinya namun aku akan selalu ada untuknya jika dia membutuhkan bantuanku. Hmm, hanya itu yang bisa kuberikan dan hanya itu yang bisa kau ketahui, bukan perasaanku.
Marmora Trixie, itulah namanya ketika aku mendengarnya langsung dari bibir Edmund, setelah itu Edmund menceritakan alasan-alasannya mengapa dia sangat menyukai gadis ini. Cemburu? Yah aku sempat cemburu mendengarnya tapi aku merasa aku tidak pantas cemburu dan inilah satu-satunya kesempatan aku untuk menghilangkan perasaanku ini seiring dengan berjalannya waktu. Hmm Edmund, aku sempat berfikir, sampai kapan aku begini? Kau pun juga tahu, persahabatan itu ada sampai selama-lamanya. Atau akankah perasaanku ini tidak akan pernah bisa hilang, dan kita berteman sampai tua, dan seumur hidup aku merasakan sakitnya hati ini? Hahahaha ahh sudah, sudah.. lupakan. Yang penting inilah misiku yang pertama! Membantu Edmund mendapatkan Marmora! Dan melupakan perasaan bodoh ini kepadanya J SMILE!!! :D

Dua minggu, Edmund telah mendekati Marmora Trixie yang cantik itu, dan hari ini dia akan menyatakan perasaan ajaibnya itu kepada Marmora. Yapp! Selama dua minggu aku membantunya habis-habisan. Mulai dari meminta nomer HP Marmora, mencari jaringan sosial yang dimiliki Marmora sampai Edmund telah menjadi “teman” dengan Marmora dalam dunia maya itu, membujuk Edmund untuk memulai pembicaraan di situs itu, memayungkan Edmund saat dia kehujanan karena mengejar-ngejar mobilnya Marmora, memberikan makan Edmund saat dia tengah asik ber”maya” dan mencari informasi tentang Marmora sampai dia lupa makan, mendengarkan Edmund bermain gitar dengan lagu yang khusus diciptakan untuk pujaan hatinya itu tapi aku rasa cuma aku yang menikmatinya, membantu Edmund membuat kata-kata yang sedikit mesra untuk kartu ucapan dalam kado ulang tahun Marmora saat itu, sampai setiap hari dua minggu terakhir ini Edmund selalu menceritakan Marmora di depanku, setiap hari!
Coba kalian bayangkan, besarnya perjuangan Edmund, dan dua minggu terakhir ini aku mencoba sabar dan melupakan perasaanku yang pernah aku bahas disini sebelumnya. Daaaann aku rasa aku berhasil, setidaknya 50% misiku ini berjalan dengan lancarnya. Hmm perjuanganya ko sampai sebegininya yah?? Apa yang salah sih? Sepertinya tidak ada yang salah. Hmm

Malam, di akhir dua minggu terakhir ini, sekitar pukul 19.00, yang sebelumnya aku mengatakan Edmund akan menyatakan isi hatinya, bersamaan dengan pesta akhir tahun kelulusan angkatanku di Boston City, tepatnya di Balai Cassidy Rosser, tempat yang megah dan banyak anak-anak keluarga kaya disana. Aku datang memang sendirian, karena ini taktik kami, aku dan Edmund, agar Edmund bisa lebih leluasa menikmati malam ini bersama Marmora.
 Aku memang telah sampai di depan balai yang di dalamnya telah banyak sekali lelaki tampan yang memancarkan aura ketampanannya dan wanita cantik yang memiliki gaun yang bagus-bagus, tapi aku tidak langsung masuk kedalamnya, aku berjalan kearah kanan, melewati rumput-rumput yang basah karena embun malam, dan aku sampai di air mancur belakang balai.
Air mancur yang indah, besar, airnya banyak walaupun tidak begitu deras, tetapi cantik dan berwarna biru muda, karena ada pantulan lampu didalamnya, namun tanpa ikan, membuat kolam itu semakin indah dan membuat hati ini bahagia karena fikiranku menjadi lebih tenang saat melihatnya. Tapi tiba-tiba semua itu hilang, semua perasaanku tentang keindahan tempat itu, aku tiba-tiba sedih dalam hati, karena mendengar aliran air yang menenangkan, justru itu membuat hatiku berkecamuk perih. Aku duduk di pinggir kolam, aku tidak bisa menahan air mata, aku menangis, dan lama kelaamaan semakin banjir tangisanku, pasti karena aku mengingat perasaan itu. Aku menjadi sedih karena mengingat Edmund akan bermalam suntuk dengan Marmora dan aku hanya melihatnya dari kejauhan tanpa ada satu lampu pun yang dapat menyinari kehadiranku. Dan mereka nanti juga tidak akan tahu jika aku hadir disana.

Saat menangisku mulai mereda, ada orang yang memanggil namaku, Jocelin. Terdengar langkah kakinya berlari dan semakin pelan saat menghampiriku, dia duduk disampingku, aku tahu karena aku merasakan angin yang berhembus kepadaku. Dia bertanya, mengapa aku menangis, aku rasa aku mengetahui suara itu siapa, tapi samar-samar, karena indra pendengaranku terhalang kepekaannya oleh isakan nafasku yang berat. Saat ku buka mata dan wajahku dari kedua telapak tanganku, ASTAGA!!! Aku kaget setengah mati, aku tau dia menyadari bahwa ekspresiku itu sangat kaget akan kehadirannya. Siapa lagi kalau bukan Edmund!! Ya Tuhaaaannnn, kenapa dia hadir disaat aku seperti ini??? Tapi, kenapa dia sendiri? Dia datang seperti tidak bersama teman atau siapalah. Dan kemana Marmora? Bukankah seharusnya dia bersama Edmund dengan keanggunannya yang akan seperti bidadari di pesta itu? Dan kenapa Edmund mengetahui aku disini? Aku rasa tidak ada orang lain yang tahu karena semua orang sedang sibuk di dalam ruangan itu.

Tapi belum sempat aku menanyakan semuanya pada Edmund, dia yang langsung bertanya-tanya panjang lebar lebih dulu. Kenapa aku menangis, kenapa aku ada disini sendirian, kenapa aku tidak pernah menceritakan padanya jika aku punya masalah dan aku pendam sendiri sampai aku menangis seperti ini, dan dia heran kepadaku karena tangisanku ini adalah tangisan yang paling parah yang pernah dia ketahui, ahhh aku rasa dia berlebihan. Dia kan tidak tahu, aku sebelumnya juga pernah kaya gini, tapi memang dulu, dan aku memang tidak pernah mau nangis segila itu didepan Edmund, malu gilaaaa. Dan sekarang aku makin malu!! Pertama, dia mengatakan hal terakhir tadi. Kedua, aku sebenarnya menangisi dia!
Aku tidak bisa mengatakannya, sedikit pun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku. Tapi, ohh JJ aku rasa aku telah ada dalam pelukaannya. Memang pelukan pertemanan, tapi aku rasa ini lebih dekat dari pelukan pertemanan itu. Hahahahaa, hangat juga yah kalo dipeluk itu, aku baru tahu, dan perasaanku menjadi jauh lebih tenang didalam pelukannya. Hmm aku kini bisa bernafas normal kembali J.
Namun setelah aku tenang, dia melepaskan pelukannya dan bertanya padaku mengapa aku menangis. Aku katakan, tidak ada apa-apa, memang aku ada masalah, tapi aku tidak bisa mengatakannya. Namun dia terus memaksa, aku semakin tidak tega melihat wajah tampannya itu dan dengan penuh iba, membuatnya semakin tampan. Dengan segera aku ingat, dia akan menembak Marmora Trixie malam ini, dan akhirnya dengan terpaksa aku mengatakan aku berjanji akan menceritakan semuanya pada Edmund jika perasaanku telah lebih baik. Dan tiba-tiba saja ucapanku ini membenaniku. Padahal aku tidak akan mungkin menceritakannya, sampai tua pun tidak akan. Aku hanya berani menceritakan semuanya panjang lebar di buku harianku yang kusimpan rapi di laci meja riasku yang sederhana.

Setelah aku berjanji pada Edmund itu, aku berbalik bertanya kepadanya, mengapa dia tidak datang bersama Marmora, dan dia menjawab bahwa Marmora telah pergi dengan orang lain, dan Edmund pun tidak tahu siapa. Aku heran, apakah Edmund tidak membuat janji dengannya? Ternyata Edmund telah buat janji bersama Marmora akan datang ke pesta bersama, malahan Edmund mengajak Marmora dengan mengatakannya langsung dan itu tentu saja bukan bantuanku, inisiatif Edmund sendiri, ya iyalah, dia kan laki-laki.
Edmund menjelaskan kembali, bahwa dia kesal dengan Marmora dan merasa tidak dihargai usahanya dia itu. Namun, Edmund tetap pergi ke pesta ini karena dia teringat kepadaku, dan dia tahu aku menunggunya di balai ini. Tapi mengapa dia tahu aku ada di kolam?? Ternyata karena Edmund masih kesal dengan Marmora, dia tidak segan masuk ke dalam, dia ingin duduk di belakang kolam dan akan menunggu aku. Tapi aku telah ada duluan disini, dan menangis pula. Aduhhh aku menyesal, kenapa sih aku mesti menangis disini???
Aku bertanya pada Edmund, apa yang akan dia lakukan. Dia memang kesal, tapi mencoba memaafkan kesalahan Marmora dan akan menyatakan cintanya kepada Marmora. Akhirnya kami masuk ke dalam ruangan itu melalui pintu belakang, dan wow!! Megah sekali tempat ini, ruangan yang bulat, banyak tamu yang sedang menari ditengah dengan iringan musik yang romantis.
 Ternyata para tamu-tamu ini jago sekali menari, wanita-wanita cantik dan pria-pria tampan itu menjadi semakin indah dilihatnya. Melihat mereka saling berpasangan dan menari-nari penuh alunan melodi yang indah, berputar-putar lihai di atas lantai yang dibawahnya terdapat air yang berwarna cream putih dan berkilauan, air itu bergelombang-gelombang, memancarkan kecantikannya.
Para pemain musik yang ada di serong kiri kananku juga duduk rapi dan teratur, serta memainkan musik mereka dengan sempurna. Dekorasi tempat itu sangat indah sekali, mulai dari bunga-bunga besar yang berwarna ungu dan pink yang terdapat disis-sisi dinding, tembok yang berlapiskan wallpaper cream motif bintik keperakkan, tirai-tirai jendela yang berbahan lemas dan berwarna cream muda berkilauan, menutupi setengah jendela atas dengan lekukan-lekukannya yang beraturan mengelilingi sekeliling ruang yang terdapat jendela-jendela besar. Tangga-tangga dibelakang para pemain musik yang besar, megah dan berwarna hitam, dengan karpet merah yang menyelimuti tangga itu, serta hiasan-hiasan cantik disepanjang pagar tangga, sangat cantik penataannya. Yang terakhir, jelas, lampu Kristal yang bentuk setiap kristalnya kecil-kecil namun tersusun banyak dan teratur, sehingga membuatnya semakin berkilauan diatas sana.

Tanpa sadar, saat aku mengagumi semuanya itu satu per satu, tanganku menggenggam tangan Edmund. Lamaaaa sekali, karena aku memandangi ruangan itu memang lama. Aku juga tidak tahu mengapa dia menatapku lumayan lama saat aku sedang terheran-heran dengan tempat itu, yaa aku menyadari itu saat aku menyadari semuanya. Langsung aku melepas tangan Edmund dan mengatakan maaf padanya, tapi dia tidak terlalu mempermasalahkannya.
Setelah itu, kami masih terpaku ditempat kami berdiri, sampai akhirnya aku melihat Marmora di lantai dua, tepat di depanku, walau memang jauh. Aku langsung mengatakannya pada Edmund dan dia langsung menghampiri Marmora dengan langkah yang lumayan cepat dan melewati tengah-tengah para tamu yang sedang menari, aku pun demikian. Aku mengejar Edmund, aku takut ada hal lain yang menyakitkan Edmund lagi karena ulah Marmora yang tidak tahu berterima kasih. Aku jadi kesal dengan perempuan itu, dan aku akan melindungi Edmund dari bahaya yang didatangkan oleh nona Trixie itu.

Edmund hampir sampai di tangga besar itu, dan memang dari tadi dia berjalan sambil melihat ke atas agar Marmora tidak hilang dari pandangannya. Namun tiba-tiba dia berhenti, diam sambil melihat ke atas. Aku yang mengikutinya dari belakang dan masih di tengah-tengah para tamu yang sedang menari, heran melihatnya. Mengapa dia diam? Dan saat aku lihat keatas, oh tidak! Marmora di hampiri oleh seorang pria yang tereksis di angkatanku, aku tahu pria itu Barry Anthony.
Tanpa berfikir lama, aku langsung melihat Edmund lagi yang masih terdiam dan melihat Marmora pergi ke tempat lain bersama Barry. Aku menghampiri Edmund dan menanyakan apa yang akan dia lakukan. Aku melihat kedua mata Edmund yang menyerah dan lelah. Aku harus tetap membantunya, aku support dia untuk tegar dan setidaknya dia harus menanyakan langsung pada Marmora sekarang juga mengapa Marmora tega mengingkari janjinya.
Dan aku sempat menanyakan pada Edmund, akankah dia akan mengatakan perasaannya pada Marmora, namun dia hanya mengatakan jika nanti sempat dia akan mengatakannya. Dengan segera Edmund naik ke lantai dua yang tidak kalah cantiknya tempat itu.

Sebelum sempat Edmund menghampiri Marmora, Edmund mendengar jelas apa yang sedang Marmora dan Barry bicarakan. Barry menyatakan cinta kepada Marmora, dan terdengar jelas oleh Edmund. Aku juga melihat kejadian itu dari kejauhan, aku melihatnya saat aku berdiri tidak jauh dari tangga yang telah aku naikki. Aku memang tidak mendengar apa yang Barry dan Marmora bicarakan, namun sepertinya mereka romantis sekali, aku semakin tidak tega melihat Edmund yang semakin terpaku. Namun aku melihat ketegaran Edmund sangat besar saat itu. Tapi sepertinya ketegaran itu hanya untuk mendapatkan kejelasan langsung dari Marmora, aku merasakannya seperti itu.
Edmund menghampiri kedua pasangan itu dan dia dengan ramah langsung menanyakan mengapa Marmora tidak ada saat di jemput tadi, dan Marmora langsung mengatakan maaf pada Edmund serta menjelaskan bahwa dia telah pergi lebih dulu bersama Barry. Aku lihat Edmund tidak mau terlihat malu di kedua orang itu, maka dia menunjuk ke arahku kepada dua orang itu, aku hanya tersenyum dan Edmund mengatakan bahwa dia tadi menjemput Marmora bersamaku, padahal tidak sama sekali. Dan dengan segera Edmund pamit kepada mereka berdua.
Dia menarikku menuruni anak tangga yang sedikit berlekuk, tangannya sangat kencang saat menggenggam tanganku. Dia menggambil minuman dan menarikku kembali ke arah air mancur tadi, dia langsung meminum minuman itu dengan bercampur marah dalam dirinya. Aku semakin takut, tapi aku hanya diam, aku tidak berani jika dia sudah seperti ini. Disisi lain aku juga semakin bersalah kepadanya. Aku seperti membantu dia memasuki lubang kepedihan yang mendalam.

Edmund menghabiskan minuman itu dan memberikannya kepada pelayan yang kebetulan melintasi dirinya, dia masih menggenggam tanganku. Sampai akhirnya dia menarikku ke belakang air mancur yang luas itu dan dia duduk diam.
Aku melihatnya dia marah, yah dia memang marah, sangat marah. Dia duduk dipinggir dan membelakangi kolam, merenung marah dan duduk terpaku. Aku sungguh bingung, melihat Edmund yang baru pertama kali dia semarah ini. Aku duduk menghadap Edmund, memang posisiku lebih rendah dari pada dia yang duduk di pinggir kolam itu. Jika dilihat, memang jelas aku terlihat seperti memohon kepadanya. Tapi aku tidak peduli.
Aku mencoba menggenggam kedua tangannya yang sebelumnya telah ada di atas lututnya, aku menatap wajahnya dan aku mengatakan maaf pada Edmund. Dia mengatakan aku tidak perlu meminta maaf, karena sebenarnya dia merasa sudah merepotkan aku. Tentu aku katakan tidak, dan aku bilang sambil memohon pada Edmund untuk tetap sabar. Aku mendengar helaan nafas panjang Edmund dan menundukkan kepalanya.
Namun lama kelamaan sepertinya dia memahami maksudku, dan entah mengapa dia tersenyum padaku dan akan mengantarkan aku pulang. Kami baru sampai di depan kolam, aku dan Edmund melihat dari kejauhan pintu utama yang ada disebelah serong kiri kami, ada Barry Athony pulang bersama Marmora. Aku menoleh menatap Edmund, dia memang melamun terpaku sejenak melihat pemandangan tadi dan membuang nafas panjang kembali. Setelah itu dia menoleh ke arah ku dan mengatakan dengan ceria mengajakku menari sebentar di acara pesta akhir tahun kelulusan ini.
Aku jelas saja heran, dan dia tahu ekspresi wajahku. Dengan segera dia menarikku ke dalam ruang dansa tapi akhirnya kami tidak jadi menari karena kami sudah terlalu keasyikkan melihat teman-teman kami ber-dance dengan tingkah laku aneh dan lucu-lucu. Memang untuk jadwal dansa pasangannya sudah berakhir tadi, dan sekarang acara bersenang-senang para siswa. Aku dan Edmund juga ikut bergabung dengan yang lainnya seperti berfoto bersama. Aku juga meminta foto aku yang hanya bersama Edmund saja dengan tingkah-tingkah kami yang aneh dan menyenangkan. Pada akhirnya aku kecapean, aku meminta Edmund untuk segera pulang karena sudah larut malam.

Sehari setelah pesta itu berakhir, aku belum bertemu Edmund lagi. Sampai akhirnya jam 15.00 sore aku berniat menghampiri dia kerumahnya berjalan kaki. Namun saat aku sedang dalam perjalanan, aku melihat seperti ada perkelahian dan aku melihat Edmund sebagai korbannya, aku juga melihat Barry Anthony sebagai penyebabnya. Aku baru teringat bahwa Barry memang tidak suka kepada Edmund karena Edmund selalu mendekati Marmora, sampai akhirnya Barry berhasil ke pesta bersama Marmora dan menembak Marmora tadi malam. Mereka akhirnya pacaran atau tidak, aku tidak peduli. Tapi apakah itu masih tidak cukupkah menyakiti Edmund, sampai-sampai Edmund dibuat babak belur seperti ini?!! Hah??!!
Tapi saat ini yang aku fikirkan cuma satu, yaitu Edmund. Sumpah aku sangat marah saat itu, sampai akhirnya aku melihat mereka meninggalkan Edmund yang hampir tergeletak, aku langsung menghampiri Edmund dan aku menahannya agar dia tidak jatuh lebih parah. Aku berniat akan mengatarkannya pulang, tapi dia tidak mau, malahan dia hampir marah jika aku memaksanya.

Aku bingung mau membawa Edmund kemana, akhirnya aku membersihkan wajahnya lebih dulu dari lukanya. Setelah itu aku membantunya berdiri dan membawanya ke rumahku. Edmund masih tidak mau buru-buru pulang, dia menyuruhku membawanya jalan-jalan ke tempat jajanan pinggir pantai sampai akhirnya malam tiba dan kami berniat pulang.
Memang semakin lama kita berjalan, rasa sakit di badan Edmund sudah mulai berkurang, dan dia berjalan sudah mulai lancar kembali tapi ternyata dia memang berat juga, aku sempat cape dan aku jujur kepadanya.

Untungnya Edmund mengerti dan dia langsung duduk di kursi depan taman umum yang telah gelap namun tetap terang oleh lampu-lampu sekitar taman. Aku penasaran sama luka-lukanya Edmund yang ada diwajahnya, dengan enaknya aku memegang wajahnya sambil memperhatikan luka-lukanya. Ada yang di atas alis, tulang pipi, dekat tulang hidung, dekat bibirnya, ya ampun banyak sekali luka dia dan kini menjadi memar-memar dan memerah. Aku sangat iba sampai ingin menangis rasanya. Tapi tanpa sengaja aku sambil menatap matanya sampai didepan ku persis. Memang dasar Edmund, dari depanpun dia tetap terlihat tampan hmmm aku sangat heran. Mata, hidung, dagu, alis, bulu mataaaa, ssseeeemuanya deh pokonya, masih saja terlihat tampan.
Aku sambil berkata bohong padanya, aku bilang bahwa dia tidak pantes kalau sedang memar, wajahnya jadi jelek. Dan dia tertawa besar dan sangat terhibur dengan ledekkan palsuku itu. Aku juga ikut tertawa mendengarnya, aku memandang langit yang telah berbintang yang menandakan saat ini sudah pukul 20.00 dan ekspresi bibirku berubah menjadi diam.
Aku langsung sedih, aku menunduk dan aku mengeluarkan air mata. Saat Edmund mengajak ngobrol, aku hanya menjawab pertanyaan-pertanyaaan darinya. Edmund langsung merasakan ada yang aneh padaku, dia menoleh ke arahku dan mengatakan agar aku menatap wajahnya. Aku tidak mau. Sampai dia menanyakan apakah aku baik-baik saja, aku katakan padanya aku tidak apa-apa. Aku tidak tahu kalu dia ternyata tidak percaya sambil mengulurkan tangannya, mengenai wajahku, dan dia menolehkan wajahku ke pandangannya. Aku kaget dan setengah mati aku panik, namun aku hanya bisa terdiam dan pasrah karena sudah banyak air mata di pipiku.
Edmund menanyakan kembali sambil melepaskan tangannya dari wajahku, ”apakah kamu baik-baik saja, Jocelin?”
Aku hanya menggelengkan kepala dan menunduk sebentar setelah itu aku menatapnya kembali, tangan kananku memngusap-ngusap tulang pipi Edmund. Aku hanya mengatakan bahwa aku sangat sedih melihat Edmund menjadi seperti ini. Yah jelas, air mataku sedikit-sedikt mengalir terus. Entah mengapa tiba-tiba tangan kanan Edmund memegang belakang rambutku dan membuatku menjadi lebih dekat dengan wajahnya. Dia menyeka air mataku dengan tangan kirinya, setelah itu dia mengatakan dengan perlahan, “Jocelin, tolong kamu jangan menangisi aku terus. Aku tidak apa-apa, kamu lihat sendirikan, aku sekarang ada dihadapmu?”
Setelah itu Edmund memejamkan matanya sebentar dan menatapku lagi sambil berkata, “belakangan terakhir, aku merasakan banyak perhatian dari kamu. Aku tidak menyadarinya sampai aku menemukan buku harianmu di bawah meja sekolah dua hari yang lalu.”
Edmund memang belum selesai berkata, namun aku mendadak merasa malu dan marah oleh kejujurannya. Sangat malu dan sangat marah aku saat itu, sampai akhirnya aku ingin melepaskan tangannya dari pundakku. Namun tenagaku tidak lebih besar dari tenaga Edmund, sampai akhirnya Edmund kembali berkata sambil mengembalikan posisi kami seperti tadi, “ Jocelin, okay, maafkan aku Jocelin Penelope. Maaf aku telah jahat karena aku tega membaca rahasia kamu. Tapi aku sebagai orang yang dekat sama kamu, aku merasa aku jauh dari kamu. Kamu paham maksud aku? Aku baru menyadari sejak aku mengejar-ngejar Marmora, aku mulai jarang membahas tentang kita, aku sibuk sendiri, dan aku baru menyadarinya dari buku harian kamu itu. Aku mau berterima kasih sama kamu karena kamu udah menyadarkan aku akan cinta buta itu.”
Aku mulai mengatakan sedikit kata kepada Edmund, “apa saja yang sudah kamu baca?”

Edmund menghela nafas untuk yang kesekian kalinya dan dia meneruskan kejujurannya, “aku sudah baca semuanya. Dan setelah itu aku menyadari kebodohanku. Maafkan aku Jocelin, aku memang tidak bisa berfikir sehat saat itu. Dari awal, aku buta oleh cintaku kepada Marmora, di tengah-tengah, aku tidak menyadari perasaanmu yang berdampak kau begitu baik padaku, dan di akhir, aku membuatmu semakin terluka karena aku membaca semua isi buku harianmu.” Edmund menundukkan kepalanya.
“Maafkan aku Jocelin”, Edmund sambil melepaskan tangannya, menunduk sambil menggenggam kedua tangannya sendiri dengan rasa takut jikalau aku marah besar kepadanya.
Jujur aku lega, legaaa sekali Edmund bisa memahami semua perasaanku yang sudah lama aku simpan sendiri. Tapi aku juga merasa bersalah jika aku harus marah kepadanya, aku merasa ini kesempatanku untuk meneruskan perasaanku kepadanya, atau mungkin aku akan menyatakan untuk mengakhiri semua. Dan aku rasa ini kesempatan yang membingungkan. Aku meletakkan kedua tanganku diatas tangannya, aku mengatakan, ”Edmund, lihat aku.” Dan dia pun menyegerakan ucapanku.
“Iyah, aku memang punya perasaan sama kamu. Seperti yang telah kau ketahui dalam buku harianku itu, aku kira kita dekat karena kamu ingin kita seperti pasangan lain diluar sana, ternyata aku salah. Aku paham, karena kamu lebih nyaman denganku jika hanya sebagai teman dekat saja. Tapi anehnya aku selalu berdua terus sama kamu, seringnya begitu. Walau aku tahu semua orang tidak menyadari kehadiranku saat bersamamu. Ahh sudahlah aku tidak mau mempermasalahkan itu, aku tidak marah sama kamu, dan masalah kita selesai J”, aku rasa ini lebih baik, aku jujur padanya aku punya rasa tapi aku juga akan mengakhirinya, dan Edmund Melvern tersayangku ini tidak perlu lagi bersusah payah. Tapi sepertinya aku salah setelah Edmund mengatakan hal lain.
“Iya, aku memang telah mengetahui perasaanmu Jocelin, tapi apakah kamu tidak mau tahu peraasaanku?” Edmund menatapku dengan sorotan yang buat aku terpaku akan keindahanan cahaya dari sorotan matanya itu. Tapi, tidak lama setelah itu, kedua tangannya ada dipipiku dan Edmund menciumku dengan jelas aku merasakannya di bibirku. Yah jelas, dadaku terasa sesak karena kejadian singkat yang menguras hati ini karena aku kaget dan tidak menyangka. Bersama Edmund, aku telah memahami semua apa yang telah aku korbankan dan apa yang tidak aku pahami kini menjadi jelas. Jelaslah bahwa ternyata dia mulai merasakan perasaanku setelah buku harianku itu, dan aku tidak menyangka dia menjadi tersadar, apalagi sampai dia memiliki perasaan yang sama denganku. Terima kasih oh my diary J.

Dan aku juga baru menyadari pengakuan lain Edmund yang tidak aku ketahui sebelumnya. Dua hari yang lalu, dia menemukan buku harianku itu dan membacanya dirumah. Memang malam saat dia membaca bukuku itu, aku sedang tidak ingin menulis karena aku mengantuk sekali dan langsung segera tidur. Keesokan harinya aku memang sekolah tidak bersamaan dengan Edmund, dan ternyata dia mengembalikan bukuku pagi-pagi setelah aku berangkat sekolah dengan melemparkannya ke ranjang tempat tidurku lewat jendela.
Pulang sekolah aku memang tidak menyadari mengapa bukuku ada di tempat tidur, dan aku langsung menulis lagi tentang hal lain, tapi aku tidak menemuka keganjilan dalam buku itu.
Satu malam sebelum pesta yang akan diadakan besoknya, ternyata Edmund sedang memikirkan perasaanku dan isi buku harianku. Aku lagi-lagi tidak menyadari karena aku tetap berkomunikasi melalui jaringan sosial bersama Edmund. Saat itulah Edmund mulai merasakan menyukai dua orang, aku dan Marmora. Dia tidak mau tergesa-gesa dan tidak mau mengecewakan aku, makanya aku tidak mengetahui apa-apa. Maka saat mengetahui Marmora dengan Barry Anthony, dia masih bisa tegar menghadapinya dan dia hanya ingin kejelasan dari Marmora. Obsesi untuk menyatakan cinta kepada Marmora Trixie sudah kandas karena Marmora tidak menghargai usaha puncaknya. Setelah Marmora mencampakkannya, Edmund mulai berfikir ternyata ada yang lebih memahami dirinya.
Setelah aku memahami ucapan Edmund, untuk kedua kalinya dia mencium aku dan mengatakan padaku untuk tidak ada rahasia lagi di antara kita. Aku, Jocelin Penelope, dengan Edmund Melvern, menghabiskan malam ini bersama. Dia mengatakan ingin tetap selalu bersamaku sampai tua dan kita seperti pasangan lain diluar sana, menjalani hari-hari dengan perasaan saling memiliki, tidak sendiri lagi dan Edmund ingin kita lebih mesra nantinya.






Random Inspiration 23.09.2011













Thursday, September 22, 2011

When The Sun Shine So Bright

 "when we walked around this place, we found something new in here. we got new friends from GENESIS", Ria Marshela and Handiny
 "for my page in year book school, i got the theme about Bohemian. That's reason why I used this bracelets and necklaces very much! :D", Nurul Alfiani
eye glasses: black and square from OPTIK
ring: Wilemina Ring from Sophie Paris Promo
necklace: brown, cream, green, blue, yellow, red brown, purple from All Of My Collection
bracelet: gold, blue, red, diamond, (ethnic and sparkling) from My Shop
 "I am the cover of Arung Ramadhan's lens camera SLR. I don't know where I go. I only remember I always in the pockets. Huhuhu ;'("
 PEOPLE ON THE PICTURE:
(left to the right, down to the up)
Muhammad Danu Winata
Firda Ayuningtias
Arung Ramadhan
Michael Yohannes
Sekar Arum Hardianingsih
Irfan
  I LOVE THE SUN BRIGHT and I GOT IT IN THIS POSTING !


 I don't know what they are did. Maybe they making a Video Clip?

He is Bisli Banu Kusuma, my classsmate in SMA Negeri 4 Depok. 
I don't know why we can find him in this page so often. I took these pictures with myself and I found many sparkles in here from the sun :) SO NICE!